TAK SAMPAI
Gadis manis yang duduk di bawah pohon rindang itu adalah
Raisa. Entah apa yang membuat dia begitu menarik perhatianku. Tidak, dia tidak
kecentilan untuk mencari perhatianku. Dia tidak seperti gadis SMA yang lain
yang hanya sibuk berkutat dengan make up yang baru dicoba, atau baju model
terbaru. Mungkin itu yang membuatnya menarik di mataku.
Aku sudah lama kenal dekat dengan Raisa. Aku mulai
mengenalnya sejak kelas X karena waktu itu aku dan Raisa sekelas. Aku dan Raisa
selalu duduk bersebelahan. Banyak yang bilang kalau kami pacaran, tapi
sebenarnya tidak. Aku dan Raisa hanya teman dekat.
Setiap ada tugas kelompok, aku selalu berusaha untuk satu
kelompok dengan Raisa. Begitupula Raisa, dia tidak pernah menolakku untuk masuk
ke kelompoknya walau kontribusiku dalam kelompoknya tidak terlalu besar.
Raisa termasuk anak yang lumayan pintar di kelas, dia
tidak segan memberi jawaban ketika ulangan. Tidak seperti anak – anak pintar
yang lain yang selalu pura – pura tuli ketika ulangan berlangsung, yang tak mau
nilainya anjlok, yang tak mau nilainya sama atau lebih kecil dari temannya. Mungkin
itu pula yang membuat Raisa menarik di mataku.
Suatu malam, kuberanikan diri untuk menyapanya lewat BBM.
Meskipun degdegan, takut tidak dibalas, takut dianggap laki – laki genit, atau
apalah, tetap kuberanikan diri untuk mengirim pesan lewat BBM.
PING!!!
5 menit kemudian Raisa menjawab pesan BBMku. Hatiku
senang sekali, aku kira Raisa tidak akan menjawab pesanku.
“Hmm...jawab apalagi yah ini? Ah tanya aja lagi apa,”
pikirku dalam hati.
Ah Raisa menjawab. Ternyata dia sedang mengerjakan PR
Matematika. Karena takut mengganggu, aku akhiri saja obrolan ini dengan alasan
aku kelelahan karena sudah futsal. Padahal, seharian aku tidur di rumah.
Semalam, aku mengajak Raisa untuk bertemu di sekolah. Hah...berani
sekali aku. Apa yang harus aku bicarakan nanti? Duh, bodohnya aku.
Baiklah, temui saja dulu.
Aku menyuruh dia keluar dari kelasnya dan kuajak dia
untuk duduk di bawah pohon rindang yang ada di dekat kelas Raisa. Aku bingung,
apa yang harus aku bicarakan? Jalan terakhir, aku meminta jawaban remedial
matematika saja. Benar dugaanku, dia memberikan jawabannya padaku. Hah...ternyata
aku salah. Coba kalau aku minta dijelaskan materi bahasa Jerman, kelasku kan
agak tertinggal materinya dari kelas Raisa. Mungkin pertemuan ini akan
berlangsung lebih lama. Apa daya, aku tak bisa basa basi, aku segera mengakhiri
pertemuan ini.
“Sial, kenapa harus gini sih? Aaaaargghh!” aku menggerutu
dalam hati.
“Duh, bagaimana caranya yah biar Raisa tahu kalo aku suka
sama dia?” tanyaku dalam hati.
Malamnya, aku mengirimnya pesan BBM lagi. Dengan berani
aku meminta izin untuk menelepon Raisa dengan maksud untuk menyatakan
perasaanku pada Raisa.
Berjam – jam aku menelepon Raisa, aku tidak juga
menyatakan perasaanku pada Raisa. Argh, bodohnya aku. Dasar pengecut! Dalam hati,
aku bertekad untuk menyatakan perasaanku lain waktu.
Akhirnya, aku meminta bantuan Siska, teman dekat Raisa
untuk menyampaikan perasaanku kepada Raisa.
“Sis, aku lagi nyari cewek nih,” kataku di BBM.
“Yaudah nyari aja,” jawab Siska.
“Ya kamu cariin lah,” kataku.
“Ada nih, si Raisa,”jawab Siska.
“Pengennya sih, tapi....”kataku.
“Tapi apa?” tanya Siska.
“Aku gak enak sama Dimas, Dimas kan mantannya Raisa,
Dimas juga temen aku, aku takut pertemanan aku sama Dimas hancur Cuma gara –
gara cewek,”jawabku.
“Yaelah De, cinta tuh gak dirasain sama orang lain.
Lagian, Raisa sama Dimas kan udah putus. Dimas udah gak berhak lagi ngatur –
ngatur hidup Raisa. Lagian, kamu mau? Kalo nanti Raisa keburu jadian sama cowok
lain?”tanya Siska.
“Ya nggak lah, tapi...”jawabku.
“Tapi apa? Gak berani yah? Yaudah besok aku bilangin sama
Raisa yah,”jawab Siska.
“Hmm iya deh!”kataku.
Hah... semoga dengan cara ini, Raisa tahu perasaanku,
pikirku dalam hati.
Lama setelah aku bercerita kepada Siska, sikap Raisa
masih seperti dulu kepadaku. Tak ada yang berbeda. Aku pun merasa bingung. Harus dengan cara apa
lagi aku menyatakan perasaanku pada Raisa.
Akhirnya, aku memutuskan untuk tidak menghubungi Raisa
terlebih dahulu. Aku takut, Raisa merasa terganggu dengan sikapku yang seperti
ini. Selagi aku memutuskan untuk tidak menghubungi Raisa, aku mempersiapkan
diri untuk menembaknya secara langsung.
Butuh waktu lama untuk mempersiapkan keberanianku ini. Sekitar
satu minggu aku dan Raisa tidak berhubungan lagi, entah itu lewat BBM entah itu
lewat telepon.
Suatu malam ketika di perjalanan sehabis pulang dari
turnamen futsal di luar kota, aku mengirim pesan pada Raisa untuk menungguku
dan jangan dulu tidur karena aku akan meneleponnya.
Ketika aku akan meneleponnya, aku mengecek RU di BBM terlebih
dahulu. Takutnya dia sudah tidur dan aku takut menggangguunya. Ternyata dia
masih memutar musik, karena pemberitahuannya ada di RU ku. Kupikir, setia
sekali dia. Dia rela menungguku hingga larut malam. Hal ini semakin
meyakinkanku untuk segera menyatakan rasa cintaku padanya.
Tapi, kulihat seseorang membuat personal message dengan
kalimat “Raisa Drupadi” lengkap dengan emoticon love dan big hug. Dia adalah
Dimas Prawira, mantan pacarnya dulu.
Seketika itu hatiku remuk, aku memutuskan untuk tidak
jadi menelepon Raisa. Tidak pula mengirim BBM.
Esoknya, aku tidak masuk sekolah. Selain kelelahan, aku
juga tidak mau bertemu dengan Raisa di sekolah. Aku tak akan kuat jika harus
melihat seseorang yang kusayangi berdampingan dengan laki – laki lain, aku tak
kuasa jika harus melihat Raisa tertawa lepas bersama laki – laki lain. Hah...bodohnya
aku. Mengapa tidak dari dulu saja aku menyatakan perasaan ini pada Raisa?
Raisa mengirim BBM.
“PING!!!”
“Ya,”jawabku singkat.
“Kamu gak sekolah?”tanya Raisa.
“Iya, aku kecapean habis futsal semalem,”jawabku.
“Oh iya, GWS yah,” jawabnya.
Mungkin inilah pesan terakhir dari Raisa, ucapan terakhir
get well soon yang membuat hatiku menangis. Mungkin seorang Deana Nugraha tak
akan pernah memiliki seorang Raisa Drupadi. Rasa takutku untuk menyatakan
perasaan ini, terlalu besar dibanding rasa cinta yang kupendam selama ini. Dan itulah
kebodohanku.
Untuk melampiaskan kekesalan hati ini, kucoba mencari
wanita lain. Mungkin dengan seperti ini, aku tidak akan selalu teringat akan
kenangan indah bersama Raisa.
Aku pun jadian dengan Noni, mantan pacar temanku, Willy. Mungkin
aku salah, melampiaskan kekesalan ini kepada orang lain yang tidak tahu apa –
apa tentang semua ini. Tapi, mau bagaimana lagi.
“Raisa, sampai kapanpun, kamu akan selalu dapat tempat
spesial di hatiku ini. Kenangan indah bersamamu tak akan pernah aku lupakan. Suatu
saat nanti, jika kau bukan milikku lagi, bahagialah bersama orang yang kau
cintai, meskipun orang itu bukan diriku. Akan kutitipkan rasa cintaku ini pada
seorang laki – laki yang sangat beruntung untuk memilikimu. Tapi, jika kau
disakiti, aku ada di belakangmu. Akan merangkulmu, mengajakmu bersamaku untuk
meraih kebahagiaan itu. Selamat tinggal Raisa, aku sayang kamu.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar